News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Implikatur dan Praanggapan dalam Komunikasi Pragmatik

Implikatur dan Praanggapan dalam Komunikasi Pragmatik

 Implikatur dan Praanggapan dalam Komunikasi Pragmatik


  

Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum.

Dosen PBSI FKIP UNS, Ketua Umum ADOBSI, & Pegiat LIterasi Arfuzh Ratulisa

Email: rohmadi_dbe@yahoo.com/Youtube: M Rohmadi Ratulisa


"Kawan,  kesantunan dalam berkomunikasi menjadi kunci untuk saling mengerti dan memahami maksud ujaran seorang penutur dan lawan tutur dalam berbagai konteks kehidupan "


Komunikasi dalam berbagai konteks kehidupan, baik secara formal maupun nonformal perlu dipahami oleh seorang penutur dan lawan tutur. Keberadaan penutur, lawan tutur, dan partisipan dalam komunikasi pragmatik perlu dipahami secara utuh. Hal ini sebagai bentuk pejelasan teknis dalam berkomunikasi secara baik, santun, dan dapat dipahami maksud tersurat dan tersiratnya. Oleh karena itu, semua penutur harus dapat menyampaikan maksud tuturannya kepada lawan tutur  dengan komunikasi verbal dan  nonverbal yang disampaikan, baik secara tulis maupun lisan. Kekuatana komunikasi lisan dan tulis dapat dibedakan dengan konteks tuturan yang digunakan oleh penutur dan lawan tutur. Hal ini dapat dilihat dari tiga aspek, teks, koteks, dan konteks tuturan dalam berbagai konteks kehidupan secara langsung dan tidak langsung.

Implikatur merupakan  maksud tersirat seorang penutur kepada lawan tutur yang terikat konteks tuturan. Misalnya:Marfan: ”Kak, sudah makan belum?” Kak Uza:”Kalau diajak ya masih maulah” Marfan: “Ya udah, gas yuk, tak jak makan sate dan tengkelng kesukaan Bapak” Kak Uza: “Siaap, gas yuk!”  Sisi: “Ikut-ikut, mosok saya ditinggal, dahulu Kak Uza kan sudah pernah diajak Bapak di dekat taman bunga matahari yang menyinari dunia”. Marfan: “Akhirnya, tadi diajak aja ndak mau. Yuk berangkat, keburu sore”. Merujuk pada komunikasi Mas Marfan dengan Kak Uza tersebut dapat dipahami bahwa Kak Uza sangat memahami implikatur yang disampaikan secara tersirat oleh Mas Marfan melalu kalimat pertamanya, “Kak, sudah makan belum?”. Kalimat tersebut merupakan kalimat pertanyaan yang mengandung maksud tersirat untuk mengajak makan Kak Uza. Oleh karena itu, Kak Uza dan Mbk Sisi akhirnya memiliki pranangapan yang sama terkait dengan tindak tutur yang disampaikan oleh Mas Marfan. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa praanggapan merupakan pemahaman bersama (background knowledge) antara penutur dan lawan tutur yang terikat konteks. Hal inilah yang ditunjukkan pada komunikasi antara Mas Marfan, Kak Uza, dan Mbk Sisi dengan konteks siang hari saatnya mau makan, saat Bapak belum pulang. 

Praanggapan dalam tuturan lisan dan tulis sangat terikat pada konteks tuturan yang digunakan oleh penutur dan lawan tutur. Pengunaan diksi, intonasi, bahasa tubuh, situasi, tempat, waktu, suasana, dan semua unsur lain yang mendukung pemahaman maksud tersirat antar penutur dan lawan tutur merupakan konteks tuturan. Oleh karena itu, implikatur dan praanggapan dalam komunikasi pragmatik antara penutur dan lawan tutur harus dipahami secara langsung, baik secara luring dan daring. Peran penutur dan lawan tutur dalam berkomunikasi dengan konteks formal dan nonformal terus dapat dipahami secara berurutan. Konteks tuturan dalam pragmatik sangat perlu dipahami oleh penutur, lawan tutur, dan partisipan dalam komunikasi lisan dan tulis. Dengan pemahaman yang komprehensif seorang penutur, lawan tutur, dan partisipan akan sangat membantu pemahaman implikatur dan praanggapan dalam segala konteks tuturan, baik komunikasi verbal maupun nonverbal.

Kebhinekaan masyarakat NKRI yang tersebar di 38 provinsi menjadi salah satu faktor penguat mengapa penutur, lawan tutur, dan partisipan harus memami konteks tuturan dalam berkomunikasi secara lisan dan tulis. Hal ini sebagai bentuk nyata dan bukti bahwa era digital ini membuka ruang yang sangat luas untuk semua penutur, lawan tutur, dan partisipan untuk saling berbagai, berkomunikasi, dan membuka ruang untuk saling bertukar infomrasi 24 jam tanpa terhalangi. Oleh karena itu, semua informasi, baik yang menggunakan diksi baik dan kurang baik, santun dan kurang santun, benar dan kurang benar akan beredar bebas ke seluruh masyarakat melalui  media komunikasi sosial, baik secara daring dan luring. Dengan demikian, pemahaman implikatur dan praanggapan bagi penutur, lawan tutur, dan partisipan dalam komunikasi pragmatik akan sangat meminimalisir percekcokkan, salah paham, kekerasan, dan segala perselisihan yang tidak sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia.

Komunikasi antarindividu, kelompok, dan atau sebaliknya akan sangat membuka ruang perbedaan pendapat. Namun demikian, apabila semua penutur, lawan tutur, dan partisipan memahami pentingnya pemahaman bersama terhadap implikatur, pranggapan, dan konteks tuturan akan mendukung kedamaian dan kebersamaan secara berkelanjutan. Keberagaman bahasa, suku, ras, golongan, agama, dan seni budaya tentu akan menjadi keberagaman konteks tuturan yang harus dipahami oleh penutur dan lawan tutur. Oleh karena itu, seluruh masyarakat NKRI harus terus diajak berliterasi bersama Arfuzh Ratulisa (rajin menulis dan membaca) dalam segala konteks tuturan, baik lisan maupun sulis. Dengan demikian, semua masyarakat Indonesia akan dapat bertutur dengan baik, santun, dan senyum 228 yang terus mengembang dan terus menyinari dunia, seperti bintang, bulan, dan matahari yang selalu menyinari bumi sepanjang hari. Selamat menikmati komunikasi pragmatik yang beragam, baik langsung maupun tidak langsung, termasuk secara luring dan digital pada televisi maupun media elektronik lainnya seraya menikmati teh lemon di beranda istana arfuzh ratulisa tercinta yang selalu membuka ruang imajinasi dan kerinduan semesta kala senja mulai menuju ke peraduannya sambal tersenyum memesona.

“Kawan, keberadaan ratulisa sebagai guru imajinasiku akan membuka ruang kerinduan semesta tanpa sua dan kata sepanjang masa”

Beranda Istana Arfuzh Ratulisa, 16 Maret 2023

Tags

Masukan Pesan

Silahkan masukan pesan melalui email kami.