Kolom Herwindya : Muhammadiyah dan Peran Kemanusiaan Global
Muhammadiyah dan Peran Kemanusiaan Global
Sri Herwindya Baskara Wijaya
Staf Pengajar D3 Komunikasi Terapan SV UNS
Pemerhati masalah sosial, politik, keagamaan
Jika dilihat dari perkembangan terkini, eksistensi dan citra Persyarikatan Muhammadiyah, Ormas Islam modernis terbesar di Indonesia, di kancah global dapat dibilang semakin meneguhkan, menggembirakan dan menginspirasi. Setidaknya pendapat ini didasarkan atas peran nyata kiprah kemanusiaan Muhammadiyah di level internasional yang semakin menggeliat dan diakui dunia. Peran kemanusiaan global ini sangat penting bagi Muhammadiyah, bukan hanya mempromosikan eksistensi dan citra organisasi sebagai Ormas Islam moderat, modernis dan berkemajuan, namun juga guna mengharumkan nama Indonesia di aras global. Lebih dari sekadar itu, peran global Muhammadiyah juga sangat strategis guna menunjukkan kepada dunia bahwa secara substansial bahwa Islam sesungguhnya adalah agama moderat, kemajuan dan kemanusiaan.
Setidaknya peran kemanusiaan global Muhammadiyah ini dapat dilihat dari keterlibatan Muhammadiyah dalam permanent consultative member of ECOSOC (Economic and Social Council) - salah satu badan utama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan pekerjaan bidang ekonomi dan sosial dari PBB. Muhammadiyah melalui Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) juga tercatat menjadi anggota Central Emergency Response Fund (CERF) Advisory Group United Nations (Perserikatan Bangsa-Bangsa) yang bermarkas di New York, Amerika Serikat. Muhammadiyah juga menjalin kerjasama kemitraan kemanusiaan global dengan beberapa lembaga internasional seperti USAID, AusAID, Muslim Aid, Unicef, Bill & Melinda Gate, Sant’Egidio, Asian Muslim Charity Foundation (AMCF), dan lain sebagainya.
Dalam hubungannya dengan upaya perdamaian global yang hakiki, Muhammadiyah turut menjadi anggota International Contact Group (ICG) untuk proses perdamaian di Filipina Selatan, penyelesaian konflik di Afrika Tengah, dan kerja sama dengan Southern Border Authority di Thailand Selatan. Sementara untuk kegiatan kemanusiaan global, Muhammadiyah juga banyak mengirimkan tenaga dan relawan kemanusiaan untuk Palestina, Filipina, Lebanon, Turkiye, Sudan, Kenya, Suriah, Myanmar (Rohingnya), Afganistan, Pakistan hingga Bangladesh. Dalam hal ini, Muhammadiyah mengirimkan berbagai bantuan kemanusiaan yang dibutuhkan seperti bantuan tenaga medis dokter dan para medis, bantuan dana hingga bantuan pangan, pakaian dan obat-obatan.
Dialog Lintas Madzab & Agama
Muhammadiyah juga terlibat aktif dalam berbagai forum kemanusiaan internasional dalam masalah dialog antar iman. Sejak tahun 2006, Muhammadiyah bekerja sama dengan Cheng Ho Multiculture Education Trust (Malaysia), dan Centre for Dialogue and Cooperation among Civilizations (CDCC) menyelenggarakan forum perdamaian dunia (World Peace Forum-WPF). Muhammadiyah juga terlibat aktif dalam International Network In Engage Buddhist (INEB), World Conference on Religions for Peace (WCRP), Center for Dialogue and Cooperation among Civilizations (CDCC), Asian Committee on Religions for Peace (ACRP), World Council of World Islamic Call Society (WCWICS) dan forum serupa lainnya
Muhammadiyah juga secara aktif terlibat dalam upaya penguatan persaudaraan sesama muslim (ukhuwah Islamiyah) di level dunia. Sebut saja diantaranya, Risalah Amman tahun 2004 dimana Muhammadiyah bersama ratusan tokoh muslim se-dunia menandatangani pakta persaudaraan sesama muslim. Pada tahun 2004 diselenggarakan pertemuan dan konferensi Islam berskala internasional di Amman, Yordania. Forum ini melahirkan keputusan sangat penting bernama Deklarasi Amman atau Risalah Amman yang diterbitkan pada 27-29 Jumadil Ula 1426 H atau 4-6 Juli 2005 M. Deklarasi yang menyerukan toleransi dan persatuan dalam umat Islam lintas madzab ini dipimpin oleh Raja Abdullah II bin Al-Hussein dari Yordania dan dihadiri oleh 200-an ulama lintas mazhab Islam lebih dari 50 negara.
Peran lain dari Muhammadiyah dalam penguatan persaudaraan sesama muslim global adalah Muhammadiyah terlibat aktif dalam penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Islam Wasathiyah atau High Level Consultation of World Muslim Scholars On Wasatiyat Islam (HLC-WMS) tahun 2018 di Bogor, Indonesia. Hasil dari pertemuan ini menelurkan “Pesan Bogor” yang berisi komitmen para ulama menjunjung tinggi wasathiyah Islam yang dipandang sebagai solusi atas berbagai permasalahan peradaban modern. Wasathiyah yang berarti jalan tengah - tidak ekstrem ke kiri atau ke kanan dan dicirikan melalui tujuh nilai utama, yakni tawasuth (pertengahan), i’tidal (adil proporsional), tasamuh (toleransi), syura (musyawarah), islah (membangun dan perdamaian), qudwah (keteladanan utama), dan muwatonah (keberbangsaan).
Penghargaan
Peran kemanusiaan global Muhammadiyah juga diakui berbagai kalangan. Ini setidaknya terlihat dari pemberian penghargaan Zayed Award for Human Fraternity pada tahun 2024 di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, kepada Muhammadiyah bersama Nahdlatul Ulama (NU), Profesor Sir Magdi Yacoub (ahli bedah jantung asal Mesir), dan Sister Nelly Leon Correa (pimpinan Yayasan Mujer Levántate, Chili). Penghargaan ini merupakan pengakuan atas kontribusi mereka ini dalam mempromosikan nilai-nilai persaudaraan dan perdamaian antar manusia, sebagaimana yang tertuang dalam Dokumen Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Bersama. Dokumen ini merupakan dokumen persaudaraan insani yang ditandatangani Pemimpin Tertinggi Gereja Katholik Sedunia, Paus Fransiskus dan Imam Besar Al-Azhar, Syekh Ahmad Al-Tayyeb, pada 4 Februari 2019 di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.
Sebelumnya, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) pernah diajukan oleh sejumlah pihak untuk meraih Nobel Perdamaian tahun 2019 dan tahun 2022. Sejumlah pihak - seperti Presiden Timor Leste, Jose Ramos Horta, Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian Universitas Gadjah Mada (PSKP UGM), Kementerian Agama Republik Indonesia (RI) cendekiawan muslim Indonesia, Prof. Azyumardi Azra, Ph.D., Duta Besar Republik Indonesia (RI) untuk Norwegia (2018-2023), Prof. Todung Mulya Lubis, Wakil Ketua DPR RI (2019-2024), Dr. Abdul Muhaimin Iskandar (Cak Imin) dan berbagai pihak lainnya - mengusulkan Nobel Perdamaian bagi Muhammadiyah dan NU. Dua Ormas Islam made in Indonesia ini, Muhammadiyah dan NU, dinilai layak menerima Nobel Perdamaian karena peran aktif keduanya sejak lama dalam perdamaian dunia.
Selain itu, usulan menjadikan Muhammadiyah bersama NU sebagai penerima Nobel Perdamaian adalah sebagai upaya promosi lebih jauh atas eksistensi Islam di Indonesia. Pasalnya dalam kacamata global khususnya di Barat, representasi Islam dan umat Islam sangat identik dengan Kawasan Timur Tengah plus Asia Selatan. Padahal, ada Islam di Indonesia yang saat ini tercatat sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. Data dari Timesprayers per 3 Maret 2025 mencatat jumlah muslim di Indonesia mencapai 244,7 juta jiwa atau 86,9% dari total populasi 281,3 juta jiwa penduduk Indonesia. Jumlah ini setara 11,96% dari keseluruhan jumlah muslim di dunia per Mei 2025 sebanyak 2,04 miliar jiwa.
Tidak hanya itu, wajah Islam bergaya Indonesia dengan ciri khas moderat (pertengahan) ternyata belum sepenuhnya menjadi role model bagi Dunia Islam secara global. Justru Islam secara global sampai batas tertentu cenderung dipersepsikan identik dengan narasi “trilogi garis keras”: radikalisme, ekstremisme dan terorisme, selain juga narasi “trilogi garis lemah”: kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan. Baik narasi “trilogi garis keras” maupun “trilogi garis lemah” adalah sama-sama sebagai stereotip yang sangat merugikan citra Islam secara global.
Spirit
Peran Muhammadiyah di medan kemanusiaan global ini tidak lepas dari spirit Islam, Kemuhammadiyahan dan Keindonesiaan. Islam sesungguhnya adalah agama kemanusiaan sehingga sangatlah wajar jika umat Islam, tak terkecuali Muhammadiyah di dalamnya, menjadi bagian dari spirit kemanusiaan itu. Bukan hanya untuk internal sesama muslim, namun melintas batas sebagai sesama makhluk Tuhan tanpa membedakan latar belakangnya. Demikian pula dengan spirit Kemuhammadiyahan dimana sejak berdiri 1912 silam oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan (Syekh Muhammad Darwis), Muhammadiyah telah didesain sekaligus sebagai gerakan kemanusiaan. Berbagai amal usaha Muhammadiyah di bidang kesehatan, pendidikan, filantropi dan ekonomi terbuka diperuntukkan bagi kemanusiaan semua kalangan.
Spirit Keindonesiaan adalah sebagaimana termaktub dalam konstitusi, Preambule UUD 1945, “…dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial…”. Artinya, mengupayakan kebaikan bagi peradaban dunia adalah kewajiban yang diembankan konstitusi bagi segenap bangsa Indonesia, tak terkecuali bagi Muhammadiyah. Terlebih lagi Muhammadiyah adalah bagian dari para pendiri (founding father) Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), salah satu perumus Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia serta pencetus fatwa NKRI adalah Negara Pancasila dan Negara Pancasila sebagai Darul Ahdi Wa Syahadah (Negara Kesepakatan dan dan Persaksian). Maka, membersamai konstitusi dalam konteks amaliah kemanusiaan global sesungguhnya adalah bagian dari hubbul wathan minal iman, yakni “cinta Tanah Air itu adalah sebagian dari iman.”
Menapaki usia ke-112 tahun sejak kelahirannya tahun 1912, Muhammadiyah diharapkan dapat semakin dewasa, matang dan optimal dalam berkiprah di berbagai lini kehidupan. Peran kemanusiaan global Muhammadiyah senantiasa dinantikan di tengah carut marut dunia yang tiada pernah sepi dari nestapa konflik, kelaparan, kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan. Semoga Sang Surya, Muhammadiyah, semakin bertambah maju dan kian bermanfaat bagi kemanusiaan global, sebagaimana doa sang pendiri Muhammadiyah, Kiai Haji Ahmad Dahlan (Syekh Muhammad Darwis), “Aku berdoa, berkah dan keridhoan serta limpahan rahmat karunia Ilahi, agar Muhammadiyah tetap maju dan memberikan manfaat bagi seluruh umat manusia sepanjang sejarah dari zaman ke zaman.” Semoga.