Kolom Prof Muhammad Rohmadi, SS, M.Hum : Pembentukan Karakter Nasionalisme bagi Multigenerasi NKRI dalam Perspektif Psikopragmatik
Pembentukan Karakter Nasionalisme bagi Multigenerasi NKRI
dalam Perspektif Psikopragmatik
Prof. Dr. Muhammad Rohmadi,S.S. M.Hum.
Dosen PBSI FKIP UNS, Penggiat Literasi Arfuzh Ratulisa, & DIKLISA
Email: rohmadi_dbe@yahoo.com/Youtube/Tiktok: M. Rohmadi Ratulisa
"Kawan, setiap lambang memiliki makna dan setiap tanggal memiliki cerita yang akan dikenang sepanjang masa oleh seluruh penghuni semesta"
Matahari mulai bersinar di ufuk timur, saat Kang Dardi dan Kang Mamad sampai di Angkringan 117, milik Kang Argo di Komplang, Kadipiro, Surakarta. Kang Dardi: “Bagaimana kabarnya Kang Mamad, sapa Kang Dardi sambil memesan teh panas pada Kang Argo, pemilik angkringan 117.” Kang Mamad: “Baik Kang Dardi, bagaimana sudah selesai kerja baktinya tadi malam? Pasang bendera, umbul-umbul, pengecatan marka jalan, dan pasang lampu-lampu untuk menyongsong hari kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus tahun ini?” Kang Dardi: “Belum Kang Mamad, masih dilanjut lagi minggu depan kerja bakti lagi. Masih kurang banyak karena yang keluar ikut kerja bakti kemarin belum lengkap, generasi muda-mudinya belum pada keluar ikut kerja bakti kemarin”. Kang Mamad: “Ya, sama tempatku, juga belum selesai, dilanjutkan minggu depan. Semoga pemasangan bendera merah putih tetap menjadi prioritas dan tidak akan pernah tergantikan ya Kang Dardi? Kang Dardi: “Lho kenapa kok begitu?” Kang Mamad: “Ya begitulah Kang Dardi, katanya di media sosial lagi heboh adanya bendera berlambang tengkorak, milik bajak laut, bukan bendera merah putih” Kang Dardi: ”Waduh, ini harus jadi perhatian khusus pemerintah untuk menguatkan rasa nasionalisme dan jiwa patriot kepada seluruh masyarakat NKRI”.
Kang Argo: “Benar Kang Mamad dan Kang Dardi, kita sebagai orang tua selalau menjadi contoh menujukkan rasa nasionalisme kepada generasi muda melalui kerja bakti kampung, pasang bendera merah putih, dan anak-anak adakan lomba-lomba menyongsong kemerdekaan RI”. Hal ini sebagai wujud pembentukan karakter nasionalisme dan jiwa patriot kepada seluruh pemuda, pemudi, dan masyarakat NKRI. Terus solusinnya gimana Kang Mamad? Kang Mamad: “ Ya, aneka upaya sosialisasi Undang-Undang Republik Indonesia, No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. juga harus dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah, baik secara daring dan luring. Seluruh masyarakat NKRI harus memiliki rasa memiliki bangsa Indonesia sehingga mempunyai jiwa untuk menjaga, melestarikan, dan memertahankan dari siapa pun yang akan mengganggu dan merongrongnya. Sepakat kan? Serempak yang berada di angkringan 117 menjawab, “Sepakat bosquu!”
Kang Mamad kemudian bercerita kepada Kang Dardi dan Kang Argo sambil menikmati teh panas dan tempe goreng yang disajikan pada angkringan 117. Angkringan kang Argo ini juga memiliki makna simbol literasi numerik. Nama angkringan 117 memiliki makna satu satunya angka terbaik bagi masyraakt NKRI untuk kemerdekaan NKRI ya angka 17, yaitu 17 Agustus 1945 sebagai hari kemerdekaan NKRI. Inilah wujud nasionalise dan jiwa patriot seorang pedagang angkringan 117 di Komplang, Kadipiro, Surakarta. Cerita Kang Mamad semakin asyik, saat tukang becak yang mangkal di sekitar warung tahu kupat Kang Agus diminta bergabung dan ditraktir Kang Mamad untuk sarapan bersama di angkringan 117 Kang Argo yang juoss guandhos puoll. Obrolan santai di angkrinagn 117 ini merupakan wujud implementasi obrolan Santai dalam perspektif psikopragmatik dengan konteks situasi nonformal saat ngobrol dengan topik nasionalisme dan jiwa patriot untuk menyongsong kemerdekaan NKRI ke-80.
Fenomena yang menarik saat ini, begini Kang Dardi, Kang Argo, Kang Arya, dan Kang Surya, ceritanya. Menjelang peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesi yang ke-80, yaitu 17 Agustus 2025 marak diberitakan berkibar bendera Jolly Roger “One Peace” di berbagai wilayah NKRI. Hal ini menjadi tanda tanya dalam konteks psikopragmatik abagi saya. Konteks psikopragmatik merupakan upaya untuk memahami maksud dan tujuan penutur (dalam hal ini pemasang bendera) untuk menyampaikan ekspresi/pesan/tujuan kepada siapa yang dimaksud dan memiliki implikatur (maksud tersirat) apa di balik pengibaran bendera tersebut. Bendera Jolly Roger “One Peace” ini merupakan bendera hitam berwujud tengkorak yang mengambil referensi bendera kru Bajak Laut Topi Jerami pada anime “One Peace”. Maraknya pengibaran bendera Jolly Joger ini menjadi fenomena baru menyongsong peringatan kemerdekaan NKRI.
Maraknya pengibaran bendera ini cukup meresahkan dan menjadi perhatian semua pihak khususnya pemerintah NKRI. Oleh karena itu diperlukan upaya sungguh-sungguh untuk menyosialisasikan Undang-undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Apakah seluruh Masyarakat tahu keberadaan UU RI No. 24 ini? Jawabnya: belum semua tahu dan memahami isinya. Pemerintah pusat dan daerah harus memberikan edukasi kepada seluruh masyarakat NKRI bahwa yang dimaksud dalam UU RI No 24 tersebut, antara lain memahami dan mengimplementasikan dalam kehidupan dalam perspektif psikopragmatik dapat dimiliki dan dijadikan pondasi dasar untuk menjaga dan melestarikkanya sebagai dasar perwujudan karakter nasionalisme dan jiwa patriotisme. UU RI No. 24 ini mengandung 4 implikatur dalam perspektif psikopragmatik. Implikatur pertama, mengerti dan memahamai bendera NKRI. Dalam perspektif psikopragmatik yang harus dipahami seluruh masyarakat NKRI terhadap pemahaman bahwa Bendera Merah Putih sebagai bendera bangsa Indonesia tidak akan pernah dan tidak boleh tergantikan dengan bendara apa pun dan siapa pun serta harus pada posisi tertinggi apabila dikibarkan pada tiang bendara.
Implikatur kedua dalam psikopragmatik yang harus dipahami, yaitu bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan seluruh masyarakat Indonesia. Bahasa Indoensia sebagai alat komunikasi untuk menyatukan seluruh masyarakat NKRI yang memiliki aneka bahasa daerah, terdiri atas aneka suku, ras, golongan, dan akan menyatu dalam kebhinekhaan dengan bahasa Indoensia. Hal ini selalau saya gaungkan di seluruh wilayah NKRI dengan yel-yel: “Aku Cinta Bahasa Indonesia, Aku Bangga Bahasa Indonesia, Bahasa Indoensia Luar Biasa”, sambil mengepalkan tanggan. Implikatur ketiga, yaitu lambang negara yang dimaksud yaitu Garuda Pancasila. Seluruh masyarakat NKRI harus memahami, menjaga lambang negara Garuda Pancasila di mana pun dan kapan pun. Lambang negara, Garuda Pancasila harus dapat dijadikan lambang persatuan bagi seluruh masyarakat NKRI. Implikatur keempat, yaitu lagu kebangsaan Indonesia Raya. Seluruh masyarakt NKRI tanpa terkecuali harus tahu dan dapat menyanyikan lagu Indoensia raya sebelum menyanyikan lagu-lagu daerah lainnya. Hal ini sebagai wujud komitmen dan persatuan seluruh masyarakat NKRI.
Pembentukan karakater nasionalisme dan jiwa patriotisme memang harus dilatih secara terus-menerus sehingga menjadi pembiasaan bagi seluruh masyarakat NKRI. Mengapa demikian? Hal ini disebabkan karena tidak semua masyarakat NKRI ikut serta berjuang untuk merebut dan memeperjuangkan Bangsa Indonesia seperti kakek dan nenek moyang kita selama penjajahan sampai kemerdekaan NKRI, 17 Agustus 1945. “Mereka semua hanya mengetahui melalui Pelajaran Sejarah. Hal ini pun masih diragukan, apakah semua pelajar dan mahasiswa membaca sejarahnya?” Oleh karena itu, semua pemangku kepentingan pemerintah juga tidak boleh serta merta menyalahkan bagi generasi muda yang belum memiliki jiwa patriotisme dan karakter nasionalisme secara tangguh dan kuat dalam perspektif psikopragmatik. Pemerintah melalui ranah keluarga, ranah sekolah dasar, sekolah menengah, perguruan tinggi, dan masyarakat harus terus melakukan sosialisasi melalui berbagai media cetak dan digital.
Aneka sikap dan tindakan generasi muda tentu akan meneladani generasi di atasanya. Oleh karena itu, pemangku kepentingan pada pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, desa, RW, dan RT harus dapat menyosialisasikan kepada rakyatnya dengan baik dan santun. Pemimpin harus berada di depan, tengah, dan belakang seluruh rakyatnya agar tahu apa yang dirasakan oleh rakyatnya. Pemimpin harus tahu bahwa tidak semua rakyat mampu dan memiliki uang untuk makan setiap hari. Sebagai contoh, kita semua ini tho kang, seperti Kang Surya, Kang Arya, Kang Argo, Kang Dardi, dan masih banyak rakyat-rakyat lain di berbagai wilayah 38 provinsi yang memerlukan bantuan dan pemantik penghasilan harian agar tetap dapat bertahan untuk hidup dan menghidupi keluarganya.
Jadi begitu ceritanya Kang Dardi dan sedulurku semuanya. Maka dari itu, mari kita terus belajar dan membelajarkan diri, terus berliterasi dengan Ratulisa (rajin meneulis dan membaca) dan ikut berdialog dalam Dialog Pendidikan, Literasi, Bahasa, dan Sastra (DIKLISA) secara rutin agar melek literasi dan tidak gagal pragmatik dan psikopragmatik dalam berkomunikasi sehari-hari. Oleh karena itu, diperlukan pemimpin yang berasal dari rakyat, untuk rakyat, dan kembali ke rakyat sehingga benar-benar tahu kebutuhan dan kepentingan rakyat. Bukan pemimpin yang hanya memikirkan kepentingan pribadi, golongan, dan kelompok tertentu. Mari kita berdoa bersama, semoga pemimpin-pemimpin kita di NKRI ini akan selalu terjun dan dekat dengan rakyatnya untuk terus memikirkan dan berbuat terbaik untuk menyejahterakan seluruh rakyat NKRI. Selamat menyongsong kemerdekaan NKRI yang ke-80, 17 Agustus 2025. Merdeka…Merdeka…Merdeka!
“Kemerdekaan itu ketika kita dapat bebas menentukan keinginan dalam aturan dan norma tanpa tekanan dan pemaksaan yang tidak menyakitkan hati seluruh umat manusia”
Istana Arfuzh Ratulisa dan DIKLISA Surakarta, 5 Agustus 2025