News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Tanggapan Pakar BIPA UNS terhadap Wacana Bahasa Melayu Menjadi Bahasa Kedua ASEAN

Tanggapan Pakar BIPA UNS terhadap Wacana Bahasa Melayu Menjadi Bahasa Kedua ASEAN

 Tanggapan Pakar BIPA UNS terhadap Wacana Bahasa Melayu Menjadi Bahasa Kedua ASEAN

 


caption foto : istimewa

Penulis : ditulis kembali oleh eko prasetyo (alexa IT com)

SOLO  – Akhir-akhir ini terdengar pemberitaan bahwa Perdana Menteri (PM) Malaysia yakni Ismail Sabri Yakoob berencana mengusulkan bahasa Melayu sebagai bahasa kedua Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). Mendengar kabar tersebut, banyak pihak yang menentang, salah satunya adalah Nadiem Anwar Makarim, M.B.A. selaku Menteri Pendidikan, kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek). Hal senada juga diungkapkan oleh Dr. Kundharu Saddhono, S.S., M.Hum., seorang dosen di Program Studi (Prodi) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta sekaligus pakar Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA).\

Dr. Kundharu juga menolak wacana yang menyebutkan bahwa bahasa Melayu akan dijadikan bahasa kedua ASEAN. Menurutnya, bahasa Indonesia jauh lebih layak dijadikan sebagai bahasa kedua ASEAN. Hal ini bisa dilihat dari syarat-syarat bahasa internasional.


“Memang kalau kita lihat kaitannya dengan syarat-syarat bahasa internasional, bahasa Indonesia jauh lebih unggul daripada bahasa Melayu,” ujar Dr. Kundharu, Rabu (13/4/2022).

Lebih lanjut, ia menyoroti terdapat tiga aspek yang menjadi bahasa Indonesia lebih layak menjadi bahasa kedua ASEAN daripada bahasa Melayu. Pertama, Dr. Kundharu menyebutkan bahwa saat ini terdapat lebih dari 270 juta penduduk Indonesia yang pada umumnya memakai bahasa Indonesia, bukan bahasa Melayu. Bahasa Indonesia menjadi bahasa pemersatu bagi seluruh rakyat Indonesia. Jika dibandingkan dengan bahasa Melayu, tentu bahasa Indonesia masih menjadi yang lebih banyak jumlah penuturnya.

Selanjutnya, dari aspek program BIPA, Dr. Kundharu menjelaskan bahwa terdapat ratusan lembaga penyelenggara program BIPA di luar negeri. Dalam keterangannya, saat ini sudah banyak perguruan tinggi luar negeri yang membuka Prodi Bahasa Indonesia. Bahkan, Prodi PBSI sendiri telah mengirimkan beberapa mahasiswanya untuk magang di perguruan tinggi luar negeri guna mengajarkan bahasa Indonesia.

“Di prodi, kita sudah memagangkan mahasiswa di luar negeri. Contohnya di Yale University yang merupakan top ten universitas di dunia. Kita sudah mengirimkan sepuluh mahasiswa untuk mengajar di sana.  Kemudian ada juga di Thailand dan Turki. Jadi, kita mengirim mahasiswa untuk magang di berbagai perguruan tinggi di luar negeri untuk mengajarkan bahasa Indonesia dan merupakan salah satu gerakan untuk internasionalisasi bahasa Indonesia,” jelas Dr. Kundharu.

Aspek selanjutnya yang menjadikan bahasa Indonesia lebih layak menjadi bahasa kedua ASEAN adalah saat ini terdapat Badan Bahasa di bawah Kemendikbudristek yang selalu menjadi pengawal untuk internasionalisasi bahasa Indonesia. Hal ini sesuai dengan amanat Undang Undang (UU) No. 24 Tahun 2009. Adanya peran Badan Bahasa Kemendikbudristek membuat muruah bahasa Indonesia terjaga.

Sebagai warga Indonesia, menurut Dr. Kundharu terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan guna mendukung gerakan membela bahasa Indonesia. Saat ini banyak beredar twibbon di media sosial, sebagai warga Indonesia dapat menyuarakan isu bahasa ini secara aktif di media sosial masing-masing. Selanjutnya adalah mendukung internasionalisasi bahasa Indonesia dengan bangga menggunakan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. UNS sendiri telah ikut andil dalam mendukung internasionalisasi bahasa Indonesia ini, pasalnya Prodi PBSI turut mengirim mahasiswanya untuk magang di luar negeri guna mengajarkan bahasa Indonesia.

Prof. Kundharu turut mengajak mahasiswa untuk bangga terhadap bahasa Indonesia dengan cara menumbuhkan rasa memiliki dalam pribadi masing-masing.

“Kalau punya rasa memiliki, otomatis akan lebih mudah. Jadi, kalau kita sudah menumbuhkan rasa memiliki terhadap bahasa Indonesia, otomatis kita akan mengembangkan lebih baik. Saya asumsikan saja misalnya rumah yang mana rumah itu sebagai bahasa Indonesia. Ketika ada yang ingin merusak atau kebakaran, kan kita berusaha untuk memadamkan, seperti itulah bahasa Indonesia. Jadi, kalau ada yang merusak, kita berusaha untuk mempertahankan agar bahasa Indonesia itu terjaga dengan baik. Ketika bahasa Indonesia menjadi bahasa pemersatu, otomatis itu juga akan memberikan rasa bangga dan memiliki bagi mahasiswa,” terangnya.

Di akhir sesi wawancara, Dr. Kundharu menekankan pentingnya bahasa Indonesia sebagai pemersatu dan merupakan jati diri bangsa Indonesia.

“Itulah pentingnya bahasa Indonesia sebagai pemersatu dan merupakan jati diri bangsa yang kita upayakan menjadi bahasa internasional. Otomatis kalau menjadi bahasa internasional, orang lain akan mempelajari dan Indonesia akan menjadi pusat perhatian dan tentu akan meningkatkan berbagai aspek seperti politik, ekonomi, semua akan berdampak,” pungkas Dr. Kundharu. 

Tags

Masukan Pesan

Silahkan masukan pesan melalui email kami.