News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Guru Besar UNS Tanggapi Penghapusan Mata Kuliah/Mata Pelajaran PKn Dalam RUU Sisdiknas

Guru Besar UNS Tanggapi Penghapusan Mata Kuliah/Mata Pelajaran PKn Dalam RUU Sisdiknas

 Guru Besar UNS Tanggapi Penghapusan Mata Kuliah/Mata Pelajaran PKn Dalam RUU Sisdiknas


Penulis : ditulis kembali oleh Eko Prasetyo (Alexa.IT.Com)

SOLO - Penghapusan mata kuliah/mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dari Rancangan Undang-Undang (RUU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menuai kontra. Kritik dilayangkan oleh Asosiasi Profesi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Indonesia (AP3KnI)  terhadap RUU yang telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022 tersebut. 

Mata kuliah/mata pelajaran PKn hanya disebut pada bagian penjelasan Pasal 81 dan 84 RUU Sisdiknas yang menyatakan bahwa muatan PKn masuk ke dalam mata kuliah/mata pelajaran Pendidikan Pancasila. AP3KnI menilai itu sebagai suatu kekeliruan. Asosiasi tersebut turut mengusulkan agar pembahasan RUU Sisdiknas ditunda.

Guru Besar UNS di bidang Ilmu Pendidikan Kewarganegaraan, Prof. Dr. Triyanto, S.H., M.Hum., memberikan pandangan terhadap isu ini. Saat Konferensi Pers AP3KnI pada Senin (12/9/2022) di Pose Inn Hotel, beliau yang juga merupakan Sekretaris Jenderal (Sekjen) AP3KnI menjelaskan bahwa PKn merupakan salah satu bentuk bela negara. 


Hal tersebut pun diatur dalam pasal 9 ayat 2 UU No. 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara serta pasal 6 ayat 2 UU No. 23 tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara. Hal ini semakin diperkuat pada pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia tahun 1945 Bab X tentang Warga Negara dan Penduduk dimana setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.

Prof. Triyanto menilai, apabila penghapusan mata kuliah/mata pelajaran PKn benar terjadi, maka upaya bela negara akan melemah. Ia menuturkan bahwa hal ini dapat mengancam pertahanan negara.

“Jadi ini bisa bertentangan dengan UUD 1945. Pada UUD 1945 disuruh ikut bela negara. Di UU bela negara harus lewat pendidikan kewarganegaraan. Kok pendidikan kewarganegaraan dihapus? Kan tidak pas,” terang Prof. Triyanto.

Lalu, sebenarnya apa perbedaan PKn dan pendidikan Pancasila? Prof. Triyanto menjelaskan bahwa PKn dan pendidikan Pancasila memiliki ruang lingkup dan tujuan yang berbeda.

PKn memiliki ruang lingkup luas dan cakupan internasional. Pendidikan kewarganegaraan memiliki istilah yang beragam di dunia internasional, seperti civic education atau citizenship education. Tujuan dari pendidikan kewarganegaraan adalah untuk mendidik warga negara secara umum. Cakupan materi terbilang luas. Mulai dari nasionalisme, patriotisme, demokrasi, wawasan nusantara, HAM, negara hukum, multikulturalisme dan lain-lain.

“Jadi isu yang dibahas dalam pendidikan kewarganegaraan itu adalah isu-isu internasional yang lintas negara. Materinya juga sudah jelas, sudah ditetapkan. Bidang kajiannya itu jelas. Itu lintas negara sifatnya,” jelasnya.

Walaupun sama-sama bertujuan mendidik warga negara, pendidikan Pancasila memiliki ruang lingkup yang lebih spesifik untuk Warga Negara Indonesia. Pendidikan Pancasila hanya ada di Indonesia yang mana nilai-nilainya telah disepakati oleh bangsa Indonesia. Tujuan pendidikan Pancasila berfokus pada transfer nilai-nilai pancasila atau ideologi Pancasila.

Prof. Triyanto menilai keduanya sama-sama penting. Lebih lanjut, Pancasila sebagai ideologi bangsa juga merupakan bagian dari materi yang disampaikan dalam PKn. Oleh karena itu, substansi RUU Sisdiknas yang menjelaskan bahwa muatan PKn masuk ke dalam mata kuliah/mata pelajaran pendidikan Pancasila adalah kekeliruan bagi Prof. Triyanto.

Menurutnya, PKn sebagai suatu materi yang bersifat umum seharusnya membungkus pendidikan Pancasila sebagai suatu materi yang bersifat khusus. Hal yang kini sedang dirancang sebaliknya dinilai sebagai sesuatu yang kurang pas secara logika.

“Jadi kalau mau digabung itu umum membungkus khusus. Bukan khusus membungkus umum. Itu salah logika. Ini kan pendidikan kewarganegaraan yang global (Pada RUU Sisdiknas) mau dibungkus khusus, ya salah konseptual. Itu akademisnya tidak ada,” tegas Prof. Triyanto.

Wacana perancangan pendidikan Pancasila sebagai suatu mata pelajaran/mata kuliah justru didukung Prof. Triyanto. Akan tetapi dengan tidak menghapus mata pelajaran/mata kuliah PKn. Beliau mendukung pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan Pancasila menjadi mata pelajaran/mata kuliah terpisah.

“Jadi tidak masalah. Kita mendukung pendidikan Pancasila menjadi mata pelajaran, tetapi jangan menghapus PKn, itu salah besar. Nanti ada mapel pendidikan kewarganegaraan yang bersifat global, lintas negara, karakter-karakter internasional. Pendidikan pancasila bersifat khusus untuk orang Indonesia, ketuhanan yang maha esa, musyawarah-mufakat, dan macam-macam,” ujarnya.

Langkah berikutnya yang akan ditempuh AP3KnI adalah melayangkan surat resmi yang ditujukan kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI), serta Presiden RI. Prof. Triyanto menambahkan, AP3KnI juga akan berusaha menyampaikan usulan ini kepada DPR RI melalui sebuah pertemuan hingga turut serta dalam uji publik. 

Tags

Masukan Pesan

Silahkan masukan pesan melalui email kami.